Jejak Kuliner Tionghoa di Indonesia
Kedatangan orang-orang Tionghoa ke Indonesia telah menghasilkan akulturasi budaya, termasuk dalam soal makanan. Selama ratusan tahun berbaur dengan budaya masyarakat Indonesia, tidak serta-merta menghilangkan budaya nenek moyang di Tiongkok yang sampai saat ini masih mereka pegang sangat kuat.
Dalam
konteks makanan, kehadiran orang-orang Tionghoa menjadikan khazanah kuliner
Indonesia makin kaya. Banyak sekali kuliner Indonesia populer yang hakikatnya
merupakan pengaruh dari tradisi dapur Tionghoa. Proses akulturasi itu antara
lain menghasilkan kuliner unik yang tidak dijumpai di negeri asal.
Tahu
pong, misalnya. Menurut Aji ”Chen” Bromokusumo dalam bukunya, Peranakan
Tionghoa dalam Kuliner Nusantara (2013), tahu pong adalah salah satu jejak
nyata akulturasi kuliner Tionghoa yang saat ini menjadi salah satu signature
dish Kota Semarang.
Tahu
pong banyak terdapat di berbagai tempat, tetapi tahu pong khas Semarang tidak
dapat ditemui di mana pun di seluruh dunia. Wedang tahu khas Semarang juga
demikian. Menurut Aji, jangan membayangkan wedang tahu di tempat asalnya, di
Tiongkok, seperti di Indonesia karena berbeda sama sekali. Bentuk tahunya sama
persis, rasanya juga sama persis, tetapi paduannya berbeda dari yang di
Indonesia.
Lalu,
sejak kapan orang-orang Tionghoa berdatangan ke Indonesia? Tujuannya apa? Di
mana saja mereka tinggal? Juga apa saja pengaruhnya terhadap kuliner di
Indonesia? Buku berjudul Kuliner Khas Tionghoa di Indonesia, Rahasia Resep
dan Kisah di Baliknya yang diluncurkan, Sabtu, 10 Agustus 2019, di Hotel
Kuretakeso Jakarta itu menghadirkan sejumlah data dan informasi berkait dengan
pertanyaan-pertanyaan itu.
Nicholas
Molodysky, penulis buku ini, seorang instagramer pemilik akun Instagram
@masak2dengannick dari Australia, menyatakan orang-orang Tionghoa sudah menetap
di kepulauan Indonesia sejak abad ke-13 (halaman 1). Orang keturunan Tionghoa
di Indonesia kebanyakan berasal dari Tiongkok Tenggara, khususnya Provinsi
Fujian dan Guangdong. Mereka berdatangan ke Indonesia untuk berbagai kepentingan,
dari alasan perdagangan, hingga profesi (halaman 3).
Budaya
Sehari-hari
Keberadaan
orang Tionghoa di Indonesia menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan,
di beberapa daerah, konsentrasi etnis Tionghoa cukup tinggi. Di daerah-daerah
itu, budaya dan makanan Tionghoa telah menjadi bagian dari budaya sehari-hari.
Tak ayal, setiap orang yang ke sana pasti mengetahui ciri khas makanan Tionghoa
(halaman 15). Di Kepulauan Bangka Belitung, misalnya, lebih dari 30% penduduk
keturunan Tionghoa.
Ada
beraneka ragam makanan Tionghoa yang terkenal di Bangka Belitung, antara lain
tahu kok, mie bangka, kue si kentut, dan hok lo pan atau martabak manis. Di
Kalimantan Barat (Pontianak dan Singkawang), orang Tionghoa sudah mulai menetap
sejak abad ketujuh. Maka ditemukan makanan Tionghoa yang masih sangat
tradisional di sini, seperti koipeng (nasi campur khas Pontianak), lak tau suan
(bubur kacang hijau pontianak), ce huan tiau (cendol pontianak).
Medan lain
lagi. Ibu kota Sumatera Utara itu memiliki komunitas Tionghoa sangat besar.
Budaya
mereka sangat kental dan khas. Makanan Medan juga sangat khas. Tentu, makanan
asli Tionghoa-Medan kebanyakan mengandung daging babi. Hal itu didukung oleh
komunitas Batak-Medan yang mayoritas beragama Kristen.
Adapun
di Jawa, komunitas Tionghoa cukup unik, karena meskipun masih memegang
kepercayaan dan budaya Tionghoa yang cukup kuat, orang Tionghoa di Jawa sangat
berbaur dengan budaya lokal.
Salah
satu kota di Jawa yang cukup dipengaruhi budaya Tionghoa adalah Semarang. Salah
satu makanan yang terkenal di Jawa, yaitu ote-ote (sejenis gorengan),
sebenarnya berasal dari Kota Fuzhou di Provinsi Fujian, Tiongkok. Pada zaman
dulu, seorang pedagang ote-ote di Tiongkok pindah ke Semarang dan berjualan
gorengan. Hingga hari ini, ote ote semarang masih menjadi kuliner favorit dan
keturunan dari pedagang asli pun masih tetap berjualan (halaman 30).
Selain
kuliner-kuliner khas hasil adaptasi dan akulturasi dengan budaya lokal, budaya
Tionghoa sangat mengutamakan makanan untuk perayaan-perayaan tertentu dan
budaya itu tidak hilang saat mereka pindah ke Indonesia. Hampir setiap perayaan
penting pasti ada makanan khas yang dimakan dengan berbagai harapan dan doa
yang disematkan (halaman 34). Salah satu perayaan etnis Tionghoa yang sangat
populer, termasuk di Indonesia, adalah perayaan Imlek.
Perayaan
Imlek atau tahun baru China sangat penting bagi komunitas Tionghoa di dunia.
Terlebih, pada malam pergantian tahun. Pada momen ini, semua anggota keluarga
berkumpul dan makan malam bersama (halaman 42). Kue keranjang adalah penganan
yang paling populer dan hampir selalu ada dalam perayaan Imlek. Kue keranjang
mirip dengan dodol. Terbuat dari gula merah dan tepung ketan, rasanya sangat
manis dan legit.
Pembuatannya
memakan waktu lama, antara enam hingga 12 jam. Tekstur lengket kue keranjang
itu melambangkan keeratan hubungan keluarga. Selain dimakan langsung saat masih
lembut, kue keranjang juga dapat dinikmati beberapa hari setelahnya dengan cara
dibalur telur, lalu digoreng. Selain kue keranjang, ada makanan lain yang
sering hadir pada perayaan Imlek, yaitu ikan, kue nastar, haisom (teripang),
dan lontong capgome. Yang disebut terakhir, lontong cap gomeh, biasa disantap
pada Hari Raya Capgome, yaitu hari ke-15 setelah tahun baru.
Sajian
itu merupakan hasil asimilasi kuliner Tionghoa dan Jawa. Buku ini mengulas
jejak kuliner Tionghoa di Indonesia dan dilengkapi dengan 40 resep lezat yang
sering disebut sebagai Indonesian-Chinese Food yang bisa dicoba. Dan penting
dikemukakan, semua resep di buku ini menggunakan bahan-bahan halal. Karena
sering kali ada stigma tentang makanan Tionghoa yang dianggap pasti mengandung
babi atau arak masak.
Data
buku:
Judul: Kuliner Khas Tionghoa di Indonesia, Rahasia Resep dan Kisah di Baliknya
Penulis: Nicholas Molodysky
Penerbit: V Media, Jakarta
Cetakan
ke-1: 2019
Tebal: (xx) + 137 hlm
ISBN: 978-979-065-309-2
*Tulisan ini dimuat di koran Suara Merdeka edisi Minggu, 8 September 2019
*Tulisan ini dimuat di koran Suara Merdeka edisi Minggu, 8 September 2019
Get notifications from this blog
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.