Mendedah Khazanah Kuliner Sunda
Orang-orang Sunda yang secara administratif bertempat tinggal di Jawa Barat memiliki khazanah kuliner yang tidak hanya khas, yang tidak ditemukan di daerah lain, tetapi juga bercita rasa sedap. Atau, meminjam istilah mendiang Bondan Winarno, mak nyus. Sebagian kuliner Sunda sangat populer dan melegenda.
Salah
satu kuliner legendaris itu adalah oncom. Boleh dikata, oncom identik sebagai
kuliner khas Sunda. Oncom dibuat dari bungkil kacang tanah atau bisa juga
dibuat dari ampas tahu yang berasal dari kedelai yang telah diambil protein
terlarutnya dalam pembuatan tahu.
Bagi
orang Sunda, oncom bisa dan biasa diolah bersama berbagai macam makanan untuk
lauk-pauk atau sebagai campuran sayur. Oncom juga bisa dimasak untuk berbagai
jenis makanan, antara lain ulukutek leunca, pepes oncom, dan bahan baku sambal.
Sambal oncom memiliki karakter rasa yang khas, sehingga sering digunakan
sebagai topping serabi, nasi kuning, atau sebagai saus cocol dari ulen (ketan)
bakar.
Racikan
oncom pedas bisa dijadikan isi dari lontong atau dikenal dengan nama tutug
oncom. Itulah salah satu kudapan yang sering dinikmati sebagai
"pengganjal" perut ketika bepergian. Selain itu, oncom juga dikenal
sebagai isi combro (dari asal kata "oncom di jero" atau "oncom
di dalam"). Adapun untuk lauk makan sederhana, oncom bisa juga sekadar
diiris tebal lalu dibalur garam dan digoreng atau dibakar tidak terlalu kering.
Nasi
Timbel
Selain
punya oncom yang bisa dikreasikan menjadi berbagai masakan, orang Sunda juga
pandai mengkreasikan aneka jenis makanan yang berbungkus daun pisang, misalnya
pepes dan timbel. Kreativitas membungkus makanan menggunakan daun pisang
mungkin menjadi salah satu ciri orang Sunda.
Selain
pepes dan timbel, ada banyak makanan lain di Sunda yang memanfaatkan daun
pisang sebagai pembungkus, terutama jenis kudapan seperti awug, bubur lolos,
buras, katimus, nagasari. Dari sekian kreasi itu, nasi timbel boleh jadi salah
satu kuliner Sunda yang mencuri perhatian khalayak. Nasi timbel memiliki
persamaan dengan pepes, yaitu sama-sama dibungkus daun pisang. Nasi timbel
tidak berbeda jauh dari nasi umumnya. Namun untuk membuat nasi timbel harus
menggunakan nasi pulen yang dibungkus daun pisang dan kondisi nasi ketika
dibungkus masih panas.
Konon,
kemunculan kreasi nasi timbel bertujuan sebagai bekal bepergian. Belum ada
tempat (wadah) untuk menyimpan bekal ketika itu, sehingga agar lebih praktis
dibawa, nasi dibungkus dengan daun pisang.
Di
daerah Sunda, nasi timbel sangat mudah dijumpai di berbagai rumah makan, tentu
dengan penyajian berbeda-beda sesuai dengan kreativitas setiap pemilik rumah
makan. Salah satu kreasi nasi timbel adalah nasi timbel dibakar terlebih dahulu
sebelum disajikan sehingga memiliki cita rasa khas dan menjadi daya tarik
tersendiri bagi pencinta aneka kuliner Sunda. Nasi timbel begitu disukai banyak
kalangan karena selain lezat, tampilan dari nasi timbel juga dapat
menggambarkan suasana pedesaan khas Sunda yang asri.
Kreativitas
dan keanekaragaman kuliner Sunda, boleh dibilang telah menyumbang kekayaan
kuliner tradisional khas Indonesia. Beberapa kuliner Sunda yang melegenda dan
menjadi perburuan para wisatawan antara lain dodol garut, tahu sumedang, asinan
bogor, peuyeum bandung. Adapun untuk minuman legendaris ada es oyen, bajigur,
bandrek, es cincau, es sekoteng, dan es goyobod.
Orang
Sunda juga memiliki khazanah street food yang sangat populer. Penganan
itu banyak dijajakan tidak hanya di lingkup Jawa Barat, tetapi juga di luar
Jawa Barat. Misalnya, batagor, cireng, martabak manis bandung, siomay, dan
seblak.
Kuliner
lain yang sangat populer dan legendaris serta banyak juga diburu wisatawan saat
berkunjung ke Jawa Barat adalah ayam bakar pasundan, bekakak, laksa, mi kocok,
soto mi bogor, sate maranggi. Fakta itu, sekali lagi, menjadikan masyarakat
Sunda memiliki sumbangan sangat signifikan bagi kekayaan kuliner tradisonal
khas Indonesia.
Lalapan
Satu
lagi terkait kuliner yang mesti dicatat dari orang Sunda, yaitu mereka memiliki
kebiasaan makan dengan lalapan. Makan lalap itu boleh dikata merupakan
kebiasaan yang tidak dimiliki etnis lain di Indonesia. Makan lalap bagi orang
Sunda, yang biasanya didampingi sambal, seperti sudah menjadi keharusan. Karena
lalap akan terasa hambar jika tidak dicocolkan ke sambal. Kebiasaan makan
sambal terbentuk dari suhu udara Priangan yang dingin, sehingga sambal selain
untuk teman makan lalap juga berfungsi untuk menghangatkan badan.
Bagi
masyarakat Indonesia umumnya, jenis sayuran yang digunakan sebagai lalap antara
lain selada, kacang panjang, mentimun, tomat, daun pepaya, daun singkong, dan
daun kemangi. Bagi masyarakat Sunda, selain jenis yang sudah umum dikonsumsi
itu, juga mengonsumsi jenis tanaman lain seperti leunca, kenikir, buah nangka,
petai, serta honje atau bunga kecombrang.
Banyak
jenis lalapan di Sunda. Penelitian yang dilakukan Prof Unus Suriawiria sampai
2000 menyebutkan, ditemukan tidak kurang 200 jenis tanaman yang bisa dijadikan
lalap. Kebiasaan makan lalap sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Itu terdapat
pada tulisan di Prasasti Taji tahun 901 Masehi yang menyebutkan tentang sajian
makanan berupa sayur-sayuran segar atau makanan bernama "kuluban
sunda" yang berarti lalap.
Buku
berjudul Kuliner Sunda, Nikmat Sedapnya Melegenda yang diterbitkan
Gadjah Mada University Press ini mendedah khazanah kuliner Sunda secara relatif
lengkap dan mendalam. Termasuk pula soal tradisi, mitos yang berkembang,
politik pangan, hingga budaya dan tata cara makan masyarakat Sunda.
Kiranya
buku 319 halaman ini sangat tepat dijadikan referensi bagi siapa pun yang ingin
mengenal dan mengeksplorasi khazanah kuliner yang berkembang di bumi yang
sering disebut juga Priangan, Parahyangan, atau Pasundan. Makin menarik karena
buku ini juga dilengkapi lebih dari 200 resep masakan Sunda yang bisa kita
coba.
Data
buku:
Judul: Kuliner Sunda, Nikmat Sedapnya Melegenda
Penulis: Murdijati
Gardjito, Heni Pridia, dan Marosimy Millaty
Penerbit: Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta
Cetakan
ke-1: September 2019
Tebal: (xii) + 319 hlm
ISBN: 978-602-386-355-6
*Tulisan ini dimuat di koran Suara Merdeka edisi Minggu, 15 Desember 2019
*Tulisan ini dimuat di koran Suara Merdeka edisi Minggu, 15 Desember 2019
Get notifications from this blog
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.