Menyelisik Khazanah Kuliner Khas Gresik
Dalam atlas kuliner Indonesia, nama Gresik boleh jadi tidak masuk sebagai kota dengan destinasi kuliner yang ikonik dan populer hingga ke pentas nasional. Sejauh ini, Gresik lebih dikenal sebagai kota tempat berdirinya pabrik semen pertama sekaligus perusahaan semen terbesar di Indonesia, yaitu Semen Gresik. Selain itu, Gresik juga lebih dikenal dengan wisata ziarahnya karena keberadaan makam dua anggota Walisongo, yaitu Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri.
Meski demikian,
sebagaimana kota-kota lain di Indonesia, Gresik memiliki sejumlah kuliner yang
khas yang layak untuk ditelesik dan dijelajahi cita rasa kelezatannya. Apalagi
bila ditilik dari sudut sejarah, Gresik merupakan kota pelabuhan dan
perdagangan yang berkembang sejak Nusantara menjadi titik simpul perdagangan
internasional di kawasan paling timur Benua Asia yang semakin lama makin ramai.
Sehingga tentu banyak kuliner yang berkembang di dalamnya.
Dalam Kota Gresik
1896-1916, Sejarah Sosial Budaya dan Ekonomi (2010), Oemar Zainuddin
memaparkan secara rinci data budaya Gresik dari abad ke-19 menuju abad ke-20,
termasuk berkait dengan data kuliner. Di antaranya disebutkan bahwa pada tahun
1913, pernah digelar sebuah acara besar bertajuk Pasar Jajan Grisee di
Kampung Kemasan. Acara ini dihelat untuk memperkenalkan semua jenis kuliner
khas Gresik, baik dalam bentuk makanan maupun minuman. Acara berlangsung
meriah. Tidak hanya dipadati masyarakat
lokal Gresik, namun juga masyarakat luar Gresik. Bahkan orang-orang Belanda pun
turut memeriahkan acara tersebut.
Oemar Zainuddin juga menyebutkan
daftar kuliner khas Gresik yang dijajakan di pasar jajan tersebut, meliputi: 9
jenis makanan, 21 jenis lauk pauk, 31 jenis jajanan, dan 7 jenis minuman. Sehingga
total ada 68 kuliner. Dari 68 kuliner tersebut, sebagian masih dapat dijumpai
saat ini dan dikenal sebagai kuliner khas Gresik seperti sego krawu, sego romo,
sego karak, martabak usus, bandeng asap, dan bandeng kropok.
Kekayaan kuliner khas
Gresik tersebut tentu menarik untuk ditelisik lebih lanjut untuk diketahui
generasi muda dan dilestarikan sebagai pusaka leluhur (heritage cuisine)
sekaligus identitas daerah. Dalam konteks inilah buku berjudul Gresik
Kuliner, Seribu Menu Kurang Satu karya Komunitas Kelas XI MIPA 6 2019 SMA
Nahdlatul Ulama 1 Gresik ini sangat menarik untuk diapresiasi dan dikaji lebih
dalam. Dalam buku ini tersaji 33 kuliner
khas Gresik yang di setiap entry kuliner ditulis deskripsi singkat, asal
usul, dan resep pembuatannya.
Tak semua entri dilengkapi
deskripsi. Ada yang hanya resepnya saja. Juga, penjelasan masing-masing entri
sebagian besar hanya sekilas saja. Sehingga pembaca tidak akan mendapatkan
penjelasan lebih dalam dan komprehensif atas sebuah entri kuliner di buku ini.
Namun, setidaknya buku ini bisa menjadi pintu masuk untuk menyelisik khazanah
kuliner khas Gresik yang ternyata cukup kaya dan beragam, serta unik.
Sego atau nasi karak
misalnya. Kuliner khas Gresik satu ini cukup unik. Menurut Achmad Sulaichan di
buku ini, nasi karak khas Gresik sering disalahtafsirkan dengan nasi basi yang
dikeringkan, dengan tujuan agar dapat diproses masak kembali untuk disantap.
Dikenal dengan nama nasi aking. Padahal nasi karak khas Gresik adalah makanan
yang diolah dengan perpaduan antara beras putih dan beras ketan hitam. (hlm.
24-25).
Kuliner khas Gresik
lainnya adalah nasi krawu. Menu ini cukup dikenal bahkan hingga pentas
nasional. Mendiang Bondan Winarno memasukkan nasi krawu sebagai salah satu
kuliner yang direkomendasikan dalam bukunya yang berjudul 100 Mak Nyus Jalur
Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa (2018).
Meski populer sebagai
menu khas Gresik, ternyata nasi krawu bukanlah kuliner asli Gresik. Iqbal Hayes
Gavra menyatakan di buku ini, nasi krawu sebenarnya dibuat oleh orang yang
berasal dari Madura namun bermukin di kota Gresik, karena di Madura sendiri
saat itu (kisaran tahun 1960-an) tidak ada yang berjualan nasi krawu, bahkan mungkin
tak ada yang memproduksinya di sana.
Kisahnya dimulai dari
seorang bernama Munimah atau biasa disapa Mbuk Mah yang berurbanisasi ke tanah
Gresik dan mencoba berjualan nasi yang kini dikenal dengan nama Nasi Krawu. Ia
berjualan di desa Bedilan, tepatnya di samping Toko Putih Gresik, Jawa Timur.
(hlm. 70-71).
Istilah Krawu sendiri
banyak yang mengatakan berasal dari “orang yang melayani dengan krawuk-krawuk
alias cara melayaninya diambil dengan tangan telanjang”. Tapi sebenarnya, bukan
demikian. Istilah Nasi Krawu merupakan salah satu komponen nasi krawu, yaitu
parutan kelapa yang dikasih bumbu
utamanya cabe merah. (hlm. 72).
Olahan bandeng juga
menjadi andalan kuliner khas Gresik. Bandeng presto, bandeng keropok, dan
mangut bandeng adalah di antara olahan bandeng yang populer di Gresik. Itu
karena sejak dulu, Gresik memang dikenal dengan tambak bandengnya. Adanya
tradisi Pasar Bandeng (prepekan cilik dan prepekan gede) menjadi bukti
akan kekayaan bahan pangan lokal berupa bandeng di Gresik. Tradisi Pasar
Bandeng diadakan dua hari sebelum Hari Raya Lebaran dan menjadi ajang jual beli
hasil panen bandeng.
Resep aneka olahan dari
bandeng khas Gresik seperti bandeng keropok, bandeng presto, bandeng sapit, kotok’an
bandeng, mangut bandeng, dan otak-otak bandeng, dapat dijumpai di buku ini.
Juga kuliner-kuliner khas Gresik lainnya seperti bonggolan, endog wader, pudak,
wedang pokak, dan lain-lainnya.
Terlepas dari
kekurangan buku ini yaitu kurang mendalamnya informasi yang disajikan, buku bertema
kuliner lokal karya anak-anak pelajar SMA ini layak diapresiasi. Buku ini bisa
menjadi pintu masuk untuk mengeksplorasi aneka kuliner khas Gresik lebih dalam
lagi. Ke depan, berharap buku ini direvisi dan diperkaya lagi dengan informasi
kuliner khas Gresik yang lebih detail, komprehensif, dan mendalam.
*Tulisan ini dimuat di koran Jawa Pos Radar Madura edisi Sabtu, 18 Juli 2020.
Data buku:
Judul: Gresik Kuliner, Seribu Menu Kurang Satu
Penulis: Komunitas Kelas XI MIPA 6 2019
Penerbit: Kebun Buku SMANUSA Library
Cetakan
ke-1: Oktober, 2019
Tebal: xii + 104 hlm
ISBN: 978-623-92033-5-1*Tulisan ini dimuat di koran Jawa Pos Radar Madura edisi Sabtu, 18 Juli 2020.
Get notifications from this blog
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.