GprpTUr8Gfd9BSCoGpG6GpC8Td==

Para Pelestari Gandos dari Tasikmalaya

Pak Farhan, penjual gandos dari Tasikmalaya di Godong. (JatengnyamlengID/Badiatul M. Asti)
Jatengnyamleng ID - Bila di pagi atau sore hari saya melewati belakang pasar Godong (Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah), maka saya biasa menjumpai seorang bapak yang sedang menjajakan gandos. Namanya Pak Farhan (46). Warga Tasikmalaya ini sudah boro atau merantau ke Godong untuk berjualan gandos sejak sepuluh tahun lalu atau sekira tahun 2010.

Pagi-pagi ia mangkal di belakang pasar Godong untuk melayani para pelanggan gandosnya. Saat hari mulai siang, sekitar jam 8 atau jam 9, biasanya gandosnya sudah habis. Pak Farhan pun pulang ke kontrakannya untuk istirahat dan menyiapkan bahan untuk berjualan gandos di sore harinya.
Begitulah rutinitas  sehari-hari Pak Farhan. Berjualan gandos untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, istri dan anak-anaknya, yang tinggal di Tasikmalaya. Ia pulang ke Tasikmalaya sebulan sekali. Kadang dua bulan baru pulang.

Perantau lainnya yang juga berasal dari Tasikmalaya dan juga berjualan gandos adalah Pak Ahmad (43). Hanya saja, sehari-hari Pak Ahmad berjualan gandos di Pasar Purwodadi, di pagi dan sore hari. 

Pak Ahmad, penjual gandos asal Tasikmalaya di Pasar Purwodadi. (JatengnyamlengID/Badiatul M. Asti)
Berbeda dengan Pak Farhan, Pak Ahmad sudah berjualan gandos di Pasar Purwodadi sejak dua puluh tahunan yang lalu atau sekira tahun 2000. Sejak ia masih bujang hingga menikah dan sekarang sudah memiliki anak yang sudah remaja.

“Dulu awal-awal di sini, istri saya pernah saya ajak tinggal di Purwodadi. Namun setelah punya anak, dan anak mulai masuk sekolah, istri kembali ke Tasikmalaya dan saya masih tetap merantau di sini untuk berjualan gandos,” cerita Pak Ahmad kepada saya pada sebuah sore.

“Saya jarang pulang. Pulang enam bulan sekali atau setahun sekali pas hari raya, yang penting uangnya setiap bulan untuk mencukupi kebutuhan keluarga hehe,” lanjut Pak Ahmad yang mengaku anak perempuannya yang mbarep sudah bersekolah di sebuah SMK di Tasikmalaya. 

Bagi saya, Pak Farhan dan Pak Ahmad adalah profil orang-orang bersahaja yang bertahan di tengah serbuan jajanan modern. Mereka bertahan menjajakan sekaligus melestarikan jajanan jadul bernama gandos. 

Gandos, jajanan tradisional. Ada juga yang menyebut Bandros atau Kue Pancong. (JatengnyamlengID/Badiatul M. Asti)
Gandos sendiri adalah jajanan tradisional yang biasa dijumpai di Jawa. Terbuat dari adonan tepung beras dicampur santan kelapa, parutan kelapa, ditambah garam secukupnya.

Di Jawa Barat, gandos biasa disebut bandros dan di Jakarta biasa disebut kue pancong. Gandos dibuat di dalam cetakan loyang dengan api di bawahnya. Bentuknya mirip dengan rangin, hanya saja rangin terbuat dari tepung ketan sehingga teksturnya lebih keras. Sedang tekstur gandos relatif lebih lembut.

Pengaruh garam membuat dominasi rasa gurih jajanan tradisional ini. Bagi penyuka rasa manis biasanya cukup meminta sedikit taburan gula di permukaanya. Selamat berburu! (BMA - Jatengnyamleng)


Jasaview.id

Type above and press Enter to search.