GprpTUr8Gfd9BSCoGpG6GpC8Td==

Cerita-cerita Nostalgia dari Dapur Keluarga

Jatengnyamleng ID - Perkembangan zaman yang pesat, mengubah pola perilaku manusia dalam hal konsumsi pangan. Dulu, pawon atau dapur, tidak hanya sebagai pelengkap arsitektur sebuah rumah. Namun benar-benar dijadikan sebagai ruang vital mengolah aneka masakan untuk dihidangkan guna memenuhi kebutuhan pangan segenap anggota keluarga.

Bahan pangan yang diolah pun seringkali berasal dari bahan pangan yang diperoleh atau ditanam di pekarangan rumah, atau beli di pasar, namun masih benar-benar bahan mentah yang musti diolah. Sehingga hidangan yang dihasilkan tidak hanya sedap dan lezat, tapi juga sehat.

Berbeda dengan tren saat ini. Dapur kadang hanya menjadi “ornamen” pelengkap rumah. Jarang ada aktivitas di dalamnya, kecuali mengolah makanan instan yang hanya sedap di lidah tapi buruk untuk kesehatan. 

Apalagi pesatnya laju perkembangan bisnis kuliner saat ini, yang memesan makanan tinggal klik saja melalui delivery order di smartphone,  sehingga cenderung membuat orang malas berjibaku di dapur. 

Bagi sebagian orang, kondisi itu seringkali memantik kenangan di masa lalu saat dapur masih menjadi “primadona” bagi setiap keluarga. Mereka terkenang menu-menu yang terhidang di meja makan hasil racikan “chef” didikan alam bernama ibu.

Menu-menu yang terhidang di meja makan keluarga ketika itu tidak hanya membentuk cita rasa “lidah” atau selera seseorang terhadap makanan, tapi juga menjadi “sejarah” yang selalu terkenang sampai masa yang jauh setelahnya.

Dalam spektrum itulah, saya memandang kehadiran buku Hidangan Nostalgia Keluarga karya Diah Nimpuno ini sebagai bagian dari upaya—mewakili generasi yang masih menjumpai pawon sebagai bagian vital rumah tangga—mengenang atau bernostalgia dengan menu-menu keluarga di masa lalu.

Diah Nimpuno (selanjutnya disebut Diah saja), penulis buku ini, lahir tahun 1967 di Malang. Pada tahun-tahun itu, dapur memang masih berfungsi sempurna. Setiap hari dapur selalu ngebul, tanda aktivitas memasak sedang berlangsung. Ketika itu, rata-rata masyarakat masih memasak dengan tungku yang terbuat dari tanah liat dan kayu bakar. Beda dengan sekarang yang mengandalkan peralatan dapur modern seperti rice cooker.

Beruntung, Diah tidak hanya lahir dari keluarga yang dapurnya ngebul tidak sekedar demi urusan perut, namun memang menyukai dunia masak dan kegiatan yang berhubungan dengan dunia kuliner. Wajar, jika Diah kemudian menjadi sangat menyukai dunia memasak hingga dewasa dan berumah tangga. 

Selain buku ini, sebelumnya Diah telah menulis beberapa buku masakan, di antaranya berjudul Buku Lengkap Homemade Pastry dan Ayo Membuat Masakan & Kue dari Bahan Halal. Keduanya juga diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.

Buku Hidangan Nostalgia Keluarga sendiri awalnya merupakan resep-resep yang dia unggah di media sosial. Gagasan buku ini berasal dari banyaknya tanggapan dari warganet yang mengatakan bahwa mereka terkenang akan masa kecil—setelah membaca resep-resep yang diunggah Diah.

Pelbagai resep masakan yang dikenangnya sebagai “masakan nostalgia” itu kemudian dikumpulkan dan jadilah buku ini—buku kumpulan resep masakan yang menjadi kegemaran keluarga Diah sejak dahulu. Pada setiap resep, Diah menceritakan kenangan di balik hidangan tersebut.

Saya kira banyak yang terwakili dengan nostalgia yang dihadirkan oleh Diah ini—meski dalam nuansa yang berbeda. Misalnya dalam soal masakan tertentu. Meski sama nama masakannya, tapi boleh jadi dalam setiap keluarga memiliki kecenderungan taste dan “jurus masak” yang khas yang menjadi “rahasia dapur” masing-masing keluarga dalam upaya menghadirkan hidangan yang lezat. Bahkan acapkali setiap keluarga memiliki resep masakan yang spesifik “milik” mereka.

Seperti keluarga Diah yang menggemari masakan yang disebutnya sebagai Ayam Tumis, padahal sebenarnya mereka tidak mengetahui secara pasti apa nama masakan tersebut. Tapi karena memasaknya dengan cara ditumis, maka untuk mudahnya mereka menyebutnya “Ayam Tumis”. Dan uniknya, untuk ayam tumis ini, ayah Diah yang paling sering memasaknya. 

Soal jurus masak, ada sebuah hidangan di keluarganya yang disebut Diah dengan nama “Bistik Sapi Cara Kuno”. Dinamai demikian sebab cara membuat bistik ini tergolong unik, yaitu daging harus ditusuk-tusuk menggunakan garpu terlebih dahulu sampai diperkirakan daging akan menjadi empuk ketika matang. Sebuah metode pengempukan daging yang sangat jarang dijumpai pada metode memasak modern, terutama untuk memasak steak/bistik. 

Di buku ini banyak dijumpai resep-resep masakan khas Jawa Timur yang sangat populer seperti  Soto Ayam Lamongan, Soto Sulung,  Pecel Madiun, Nasi Rawon, Ayam Cocoh, dan Rujak Cingur. Itu karena Diah memang lahir dan besar di Jawa Timur, tepatnya di Malang. Namun menjadi lebih istimewa karena di setiap resep mengandung cerita nostalgia dan “taste” tersendiri khas keluarga Diah.

Diah juga menghadirkan beberapa menu nostalgia yang spesial karena hanya dihidangkan oleh ibunya di hari-hari istimewa saja. Di antaranya adalah Nasi Bakmoi, sebuah kuliner yang diadaptasi dari dapur Tiongkok. Diah ingat betul, Nasi Bakmoi ini disajikan pada waktu ulang tahunnya yang ke-4. 

Buku ini mengajak kita bernostalgia tentang menu-menu yang terhidang di meja keluarga kita puluhan tahun lalu. Kenangan manis yang boleh jadi tak akan terulang. Selamat bernostalgia! 

Data buku:
Judul: Hidangan Nostalgia Keluarga, Cerita di Balik Setiap Resep
Penulis: Diah Nimpuno
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ke-1: 2020
Tebal: 126 hlm 
ISBN: 978-602-06-4029-7 

*Tulisan ini dimuat di koran Jawa Pos Radar Madura edisi Rabu, 25 Agustus 2021 dengan judul Cerita-cerita Nostalgia dari Dapur.


Jasaview.id

Type above and press Enter to search.