GprpTUr8Gfd9BSCoGpG6GpC8Td==

Lumpia Semarang, Ada “Cerita Cinta” di Balik Kelezatannya

Jatengnyamleng ID - Siapa yang tak kenal lumpia? Sebagian besar masyarakat Indonesia pasti sudah mengenalnya, sebagaimana telah mengenal pempek (khas Palembang), dodol (Khas Betawi dan Garut), jenang (khas Kudus), dan kudapan khas Indonesia lainnya. 

Lumpia berbentuk bulat panjang, kulitnya terbuat dari tepung, sementara isiannya berupa campuran berbagai sayuran seperti wortel, bengkoang, dan kol serta daging giling. Lumpia banyak dijumpai di banyak daerah, bahkan hampir bisa ditemukan di sekitar negara Asia dengan nama spring roll

Namun lumpia paling terkenal adalah lumpia Semarang. Bahkan lumpia telah menjadi ikon bagi kota  yang pernah dijuluki “Venesia dari Timur” oleh orang-orang Belanda karena keindahan geologinya. Semarang pula telah masyhur dijuluki sebagai “Kota Lumpia”. 

Kemasyhuran Lumpia Semarang dibanding lumpia-lumpia lainnya karena cita rasanya yang memang terkenal akan kelezatannya. Di kalangan wisatawan, lumpia termasuk oleh-oleh paling diburu saat plesir ke Kota Semarang. 

Kelezatan Lumpia Semarang sendiri merupakan paduan dari cita rasa kuliner Tionghoa dan kuliner lokal Semarangan. Lumpia Semarang memadukan bentuk dan nama makanan asal Tiongkok dengan rasa manis, dan gaya orak-arik isi khas Jawa. 

Di bandingkan lumpia di daerah lain, Lumpia Semarang mempunya ciri khas pada isiannya, yaitu rebung. Melimpahnya rebung di Semarang diolah menjadi isian lumpia dipadu dengan aneka rempah, ebi, udang, ayam, dan telur, sehingga membuat Lumpia Semarang bercita rasa khas dan berbeda dengan lumpia lainnya. 

Paduan rebung dengan tekstur yang renyah dan gilingan daging udang dan daging ayam serta telur yang gurih, membuat lumpia menjadi kudapan yang tidak hanya digemari oleh masyarakat Semarang, tapi juga para pendatang dari luar daerah.

Hampir semua Lumpia Semarang hadir dalam versi halal, kecuali yang memang menghadirkan lumpia yang dimasak dengan lemak babi atau menggunakan isian daging babi cincang. 

Di Semarang, ada dua macam lumpia, yaitu lumpia basah dan lumpia goreng. Lumpia goreng digoreng terlebih dahulu sebelum disajikan. Sementara lumpia basah tak perlu digoreng. Keduanya disajikan dengan saus kental kecoklatan—yang bercita rasa gurih dan asam-manis, acar ketimun, dan lokio segar atau daun bawang muda.  

Asal-usul Nama Lumpia

Aji ‘Chen” Bromokusumo dalam buku Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Indonesia (2013) menyatakan, Lumpia berasal dari kata lún bĩng (baca: lu-en ping). Dalam dialek Hokkian berbunyi lun pia yang artinya kue bulat. Seterusnya beradaptasi dengan lidah lokal jadi berbunyi lumpia sampai sekarang, walaupun di beberapa tempat masih tetap menyebutnya lunpia

Masih menurut Aji ‘Chen’ Bromokusumo, makanan ini di tempat aslinya disebut dengan chūn juăn (baca: ju-en cűen)—bunyi antara vokal ‘i’ dan ‘u’ dengan bibir sedikit mengerucut. Chun berarti musim semi dan juan berarti menggulung. Yang arti harfiahnya diserap apa adanya dalam bahasa Inggris spring roll—seterusnya diakui secara internasional makanan ini disebut dengan spring roll. Dalam dialek Hokkian akan berbunyi jun kin, yang sering ditulis chun kien. Kata chun kien ini muncul di beberapa restoran di banyak kota di Indonesia. 

Sebagaimana namanya, kudapan ini memang memiliki akar dalam seni kuliner Tionghoa. Dalam buku Ikon Kuliner Tradisional Indonesia (2015) disebutkan, Pia selalu mengacu pada kue atau jajanan, sedang loen atau lun berarti ‘gulung’. Jajanan ini memang berbentuk tergulung dalam crepe tipis. Di Semarang, khususnya di kalangan keturunan Tionghoa, lumpia selalu disebut sebagai lunpia. 

Lumpia terkenal sebagai kudapan khas Semarang dengan isian rebung yang dicincang kasar yang menjadi ciri khasnya. Di Jakarta, rebung sebagai isian lumpia diganti dengan bengkoang karena rebung acapkali mengeluarkan aroma yang—bagi sebagian orang, dirasa kurang sedap. Apalagi bagi yang baru pertama kali mencicipi lumpia khas Semarang, terkadang akan terkaget-kaget dengan sengatan bau rebung yang khas. Namun bagi yang menyukai, di situlah justru letak cita rasa yang menambah kelezatannya.

Sejumlah sumber menyebutkan, Lumpia mulai dijajakan dan dikenal luas oleh masyarakat Semarang saat pelaksanaan pesta olahraga GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno tahun 1963. 

Lumpia Semarang dan Cinta Dua Dunia

Sebagaimana pelbagai makanan legendaris lainnya, lumpia Semarang memiliki jejak sejarah yang panjang dan cerita yang unik di balik penciptaannya. Dalam buku Hidangan Lezat Semarang (2010) disebutkan, sejarah Lumpia Semarang adalah kisah cinta dua dunia. 

Di akhir abad ke-19, Tjoa Thay Yoe—seorang pedagang dari Negeri Tiongkok, datang ke Semarang dan kemudian menjual makanan berbahan daging babi dan rebung di Pasar Johar. Di sana, ia berjumpa dengan pedagang makanan Jawa berbahan udang dan kentang, bernama Wasih. 

Pepatah Jawa menyatakan ‘witing tresna jalaran saka kulina’ alias tumbuhnya rasa cinta karena kebiasaan (sering bersama). Setelah lama bersama-sama berjualan di Pasar Johar, Tjoa Thay Yoe dan Wasih pun saling jatuh cinta, kemudian menikah. 

Mereka kemudian menciptakan makanan bersama dengan membuang unsur daging babi. Terciptalah Lumpia Semarang yang kita kenal sekarang. Pasangan kekasih ini kemudian dikarunia seorang putri bernama Tjoa Po Nio. Dari anak inilah, hadir lumpia-lumpia terkenal di Semarang:  Lumpia Pemuda (Mbak Lien), Lumpia Gang Lombok, dan Lumpia Mataram. 

Ketiga lumpia populer di Semarang itu menjadi semacam trend setter untuk jenis lumpia Semarang—dengan aksentuasi cita rasa yang berbeda. Jenis lumpia itu dikuti oleh sejumlah bekas pekerja mereka yang turut meramaikan “dunia perlumpiaan” di Kota Semarang. 

Juga muncul merek-merek lumpia lainnya di luar ketiga trend setter Lumpia Semarang tersebut. Mereka adalah orang-orang dengan latar belakang kesukaan terhadap dunia boga, yang lantas berekperimentasi membuat lumpia dengan resep hasil pembelajaran dari lumpia yang sudah beredar. Mereka ikut meramaikan dunia bisnis Lumpia Semarang. 

Pada perkembangannya, Lumpia Semarang mengalami diversifikasi dalam hal kreasi isian atau varian rasa. Bahkan sebuah kedai lunpia di Kota Semarang, yaitu Lunpia Cik Me Me yang berlokasi di Jalan Gajah Mada No. 107 Semarang, mengembangkan lunpia dengan berbagai varian rasa.

Selain varian rasa original yang berisi campuran rebung, telur, dan daging ayam cincang, Lunpia Cik Meme juga menawarkan beberapa varian rasa, yaitu Raja Nusantara yang berisi jamur dan kacang mede; Kajamu yang menggunakan campuran daging kambing jantan muda; lumpia crab dengan isian daging kepiting; lumpia isi ikan kakap; hingga keripik lumpia. 

Lunpia Cik Meme berdiri sejak tahun 2014 dan tercatat menjadi kedai lumpia pertama yang mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pemilik Kedai Lunpia Cik Meme bernama Meliani Sugiarto—yang merupakan generasi kelima Lumpia Semarang yang dipelopori oleh Tjoa Thay Joe dan istrinya yang akrab disapa Mbok Wasih. 

Jejak rasa yang panjang menjadikan ikon kuliner Kota Semarang ini ditetapkan sebagai warisan budaya nasional tak benda pada tahun 2014. Sebelumnya, pada tahun 2012, Lumpia atau Lunpia Semarang masuk ke dalam daftar “30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia” yang dicanangkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Maria Elka Pangestu. (BMA - Jatengnyamleng ID)


Jasaview.id

Type above and press Enter to search.