GprpTUr8Gfd9BSCoGpG6GpC8Td==

Berburu Kuliner Jadul Khas Kudus di Pasar Kuliner Jadul Empat Negeri

Gapura masuk Pasar Kuliner Jadul Empat Negeri di Taman Menara Kudus yang digelar selama sepuluh hari sejak 19 Juli hingga 28 Juli 2023. (BMA/JatengnyamlengID)
Jatengnyamleng ID - Dalam rangkaian menyemarakkan tradisi Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus, Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) kembali menghelat event Pasar Kuliner Jadul Empat Negeri bertempat di area Taman Menara Kudus yang berlokasi di Jalan Sunan Kudus, Langgardalem, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.

Pasar Kuliner Jadul Empat Negeri kali ini dihelat selama sepuluh hari, sejak Rabu, 19 Juli, hingga Jumat, 28 Juli 2023. Pada Senin siang (24/7/2023), saya berkesempatan mengunjungi pasar kuliner ini. Jam di pergelangan tangan saya menunjukkan pukul 14.00 lebih sedikit saat saya memasuki area tempat pasar kuliner digelar.

Saat pertama masuk ke area pasar kuliner, yang pertama kali saya lakukan adalah berjalan-jalan sembari melihat-lihat dan mengamati beragam kuliner yang ditawarkan oleh masing-masing stan, yang dalam hitungan saya, ada sejumlah 25 stan.

Ada banyak kuliner yang ditawarkan di pasar kuliner ini. Tidak hanya kuliner khas Kudus tentu saja. Karena bila menilik pilihan nama untuk pasar kuliner ini, yaitu “kuliner jadul empat negeri”, maka sepertinya event ini bermaksud mengusung ragam kuliner dari empat negeri. Mana saja empat negeri yang dimaksud?

Dari infomasi yang saya peroleh, empat negeri itu adalah Indonesia, Eropa, Cina, dan Arab. Pilihan nama untuk pasar kuliner ini tentu bukan tanpa dasar melainkan memiliki landasan yang kuat, mengingat Kota Kudus era dulu menyimpan kisah harmoni “empat peradaban besar” tersebut.

Bahkan “Kota Empat Negeri” kabarnya telah menjadi city brand baru bagi Kabupaten Kudus yang sebelumnya mempunyai slogan “The Taste of Java”. Karena berdasarkan sejarahnya, masyarakat Kota Kudus terdiri dari masyarakat Jawa, Cina, Arab, dan Eropa seperti Belanda, Prancis, dan Inggris. Dengan begitu, pasar kuliner jadul empat negeri sesungguhnya merepresentasikan sejarah Kudus sekaligus upaya memperkuat city brand Kudus yang baru.  

Stand yang menawrakan telo gondeng yang manis karena termarinasi oleh gula tumbu dari tevu. (BMA/JatengnyamlengID)

Tertarik dengan Telo Gondeng

Meski topiknya kuliner jadul, ragam kuliner yang dihadirkan oleh sejumlah stan tidak melulu beraroma tempo doeloe. Meski demikian, boleh dibilang, kuliner dari empat negeri atau empat peradaban itu, masing-masing telah ada “wakilnya”. Antara lain Cina diwakili oleh lumpia, Arab diwakili oleh nasi kebuli, Eropa diwakili oleh galantin (khas Prancis), dan Indonesia lebih banyak lagi, sejak sayur lodeh hingga nasi pecel.

Namun, sejak awal berniat hendak menyambangi pasar kuliner ini, misi penting saya adalah berburu kuliner khas Kudus yang unik dan langka. Sejauh ini, saya sudah biasa menyantap kuliner khas Kudus populer dan maintream seperti lentog tanjung, opor sunggingan, soto, sate kebo, pecel pakis, nasi pindang, garang asem, dan lontong tahu telur. Namun, setahu saya, masih banyak kuliner pusaka Kudus lainnya yang unik, dan sebagiannya sudah jarang dijumpai.

Satu keranjang telo gondeng dengan berat 1 kg dihargai Rp 25 ribu. (BMA/JatengnyamlengID)
Salah satu yang menyita ketertarikan saya sejak memasuki area pasar kuliner ini adalah sebuah stan yang menyediakan kuliner yang saya baru mengetahuinya, yaitu telo gondeng atau ada yang menyebutnya telo godheng.

Dari telusur informasi, saya mendapatkan informasi bahwa kuliner ini pernah ngehits akhir tahun 2020. Produsen telo gondeng dijumpai di Kecamatan Dawe yang terkenal sebagai sentra perkebunan tebu. Telo gondeng sendiri memang sangat berkait erat dengan eksistensi proses pembuatan gula tumbu yang berbahan tebu.  

Saat panen tebu, masyarakat langsung menggiling tebu menjadi gula tumbu, yakni gula merah yang ditempatkan di wadah dari anyaman bambu besar yang disebut tumbu. Saat penggilingan tebu itulah diikut sertakan ketela pohon atau singkong untuk diolah menjadi makanan ringan yang disebut sebagai telo gondeng. Cita rasa telo gondeng sangat manis karena termarinasi oleh gula tumbu yang cukup pekat.

Sebuah sumber menyebutkan, awalnya telo gondeng dibuat sebagai produk sampingan dari gula tumbu. Bahkan awalnya dianggap sebagai produk substitusi karena harga jual gula tumbu yang semakin menurun. Tapi ternyata, produk substitusi ini malah banyak digemari. Sehingga kemudian telo gondeng menjadi ngehits dan banyak dicari.

Mencicipi Lontong Sumpil

Lontong sumpil khas Kudus yang saat ini tidak ada lagi penjualnya. (BMA/JatengnyamlengID)
Selain telo gondeng, ada satu kuliner lagi yang begitu menyedot minat saya. Kuliner itu bernama lontong sumpil dan disebut-sebut sebagai kuliner khas Kudus. Setelah membeli satu keranjang telo gondeng untuk test case rasa, saya pun bergegas menuju ke stan lontong sumpil. Apa gerangan yang disebut lontong sumpil?

Saya bertemu dengan Reza Badarul (44) yang membuka stan lontong sumpil. Saya pun segera memberontongnya dengan beragam pertanyaan seputar lontong sumpil.

Menurut pria yang akrab disapa Reza itu, lontong sumpil merupakan kuliner jadul yang keberadaannya telah ada sejak zaman kasunanan atau era para sunan masih eksis di Tanah Jawa. Namun dalam perkembangannya, saat ini, kuliner lontong sumpil boleh dikatakan sudah punah di Kudus karena tidak ada lagi yang menjualnya.

Reza bercerita, di masa kecilnya, ia masih akrab dengan kuliner ini karena ada penjual lontong sumpil yang keliling setiap hari dan melewati rumahnya. Namun, sekitar tahun 1990-an, penjual itu sudah tidak ada lagi sampai sekarang.

Stand milik Reza Badarul (44) yang menyediakan sakian lontong sumpil yang langka. (BMA/JatengnyamlengID)
Reza kemudian berinisiatif “menghidupkan kembali” lontong sumpil karena setiap lebaran, lontong sumpil selalu menjadi hidangan lezat di keluarganya. Reza tidak ingin kuliner ini berhenti di keluarganya saja, namun harus dipopulerkan kembali kepada masyarakat Kudus sebagai upaya nguri-nguri kuliner warisan leluhur.

Reza mengaku belum membuka warung lontong sumpil. Ia baru menjualnya di event Pasar Kuliner Jadul Empat Negeri. Namun ia berkeinginan membuka warung yang menyediakan lontong sumpil khas Kudus agar kuliner jadul ini terus lestari.

Lontong sumpil sendiri adalah lontong yang dibuat kecil-kecil dalam bentuk limas segitiga dengan bungkus dari daun bambu. Kemudian disantap dengan kotokan tahu dengan diberi toping koya atau bubuk kedelai dan serundeng. Paduan lontong sumpil seperti ini mencuatkan cita rasa yang lezat dan khas.

Selain telo gondeng dan lontong sumpil, tak banyak kuliner khas Kudus yang hadir di pasar kuliner kali ini. Dari sedikit itu, ada soto Bu Jatmi yang masyhur yang ikut membuka stan. Selebihnya, beragam makanan dan minuman tradisional yang sudah familiar seperti bakso, gudeg, nasi liwet, es dawet, wedang rempah, dan lain sebagainya. (BMA – Redaksi Jatengnyamleng ID)   


Jasaview.id

Type above and press Enter to search.