![]() |
Beberapa makanan khas Semarang tempo dulu. (JatengnyamlengID/istimewa) |
Amen
Budiman lahir di Kampung Jeruk Kingkit, Jalan Mataram, Semarang, 24 Mei 1948. Ia
memang dikenal sebagai peneliti sejarah, khususnya Semarang. Secara autodidak,
ia meneliti Semarang dari segala aspeknya, meliputi sejarah dan kebudayaannya. Tahun
1977, untuk keperluan penelitiannya, ia bahkan menyempatkan diri bertolak ke
sumber-sumber di mancanegara.
Buku-buku
karyanya, terutama yang berjudul Semarang Riwayatmu Dulu, menjadi
referensi penting bagi siapa pun yang berminat pada sejarah Semarang. Buku ini
diterbitkan oleh penerbit Tanjung Sari Semarang, terbit tahun 1978. Isi bukunya
berasal dari serial tulisannya di koran Suara Merdeka setiap hari Jumat
sejak 10 Januari 1975 hingga awal tahun 1977.
Amen
Budiman wafat pada 1996 akibat sakit yang dideritanya dan dimakamkan di TPU
Bergota—tempat di mana sejarah kota Semarang dimulai. Semasa hidupnya, Amen
Budiman telah menujukkan kiprah dan kerja-kerja kebudayaan yang baik sebagai
wujud kecintaannya terhadap kota Semarang.
Semasa
hidup ia pernah berpolemik dengan Tim Perumus Hari Jadi Kota Semarang. Ia tidak sependapat
hari jadi kota Semarang yang diperingati setiap 2 Mei. Menurut Amen, hari jadi
Semarang tanggal 2 Mei 1547 bukanlah produk sejarah, melainkan produk politik.
Hari
jadi kota Semarang yang telah ditetapkan jatuh tanggal 2 Mei 1547 adalah pada
saat Ki Ageng Pandanaran II dilantik oleh penguasa Demak sebagai Bupati
Semarang II. Sedangkan Amen Budiman berpegang pada saat Ki Pandanaran I menata
pemerintahan kota Semarang.
Hingga
wafatnya, Amen tetap bertahan dengan pendapatnya bahwa Semarang telah berdiri
pada tahun 1476 yang ditandai dengan kedatangan Made Pandan (Ki Pandanaran I)
ke pulau Tirang, daerah perbukitan Mugas dan Bergota.
Amen
berargumentasi, Tomi Pires telah menyebut nama Semarang dalam bukunya Suma
Oriental yang terbit antara tahun 1512-1515. Artinya, kota Semarang telah
ada sebelum tahun 1547.
Sebagai
wujud kecintaannya terhadap kota Semarang, ketika ia menikah dengan gadis
pujaannya yang berasal dari Pati bernama Eko Setowati, upacaranya memakai adat
Semarangan model “Manten Kaji” yang sudah mulai dilupakan.
Amen
juga menjadi impresario kesenian Gambang Semarang melalui paguyuban Kembang
Goyang yang didirikannya. Paguyuban itu ia bentuk untuk menampung segala kegiatan
bertema Semarangan. Antara lain peragaan Pengantin Semarangan, pameran
foto, dan berbagai forum tentang sejarah
dan kesenian Semarang.
Melalui
paguyuban itu pula, Amen menunjukkan kepeduliannya terhadap kuliner Semarangan.
Seperti yang diceritakan oleh Jongkie Tio dalam bukunya Kota Semarang dalam
Kenangan, pada tahun 1978, untuk pertama kalinya diadakan “Pameran Masakan
Khas Semarang Tempo Doeloe” bertempat di Wisma Pancasila Simpanglima. Even itu
menyedot perhatian masyarakat Semarang dan mendapat sambutan yang meriah.
Selepas
pameran tersebut, Amen Budiman masih memiliki obsesi untuk menghelat kembali
festival makanan yang lebih terorganisir dan komprehensif. Tujuannya agar
makanan tradisional, terutama yang terdapat di warung-warung dapat
terangkat dan mendapat tempat yang luas
di masyarakat.
Bersama
Jongkie Tio yang juga seorang peminat dan pencinta kota Semarang, Amen
melakukan penelitian lebih komfrehensif, antara lain dengan berburu dan mendata
ahli-ahli masak tempo doeloe yang masih ada.
Bertahun
kemudian, tahun 1991, terselenggaralah kembali sebuah even prestisius bertajuk
Festival Makanan Semarang Tempoe Doeloe selama tiga hari bertempat di Restoran
Semarang. Even tersebut mendapat perhatian besar dari masyarakat, juga kalangan
media cetak dan TV nasional.
Menurut
Jongkie Tio, obsesi Amen untuk menghadirkan masakan kampung masuk sebagai
makanan penting akhirnya terwujud. Pameran-pameran semacam itu kemudian banyak diikuti oleh hotel-hotel dan
restoran-restoran sebagai paket pariwisata.
Sampai
pada saat ini misalnya, Restoran Semarang yang berada Jalan Gajahmada masih
tetap menyediakan beberapa makanan khas Semarang sebagai menu tetapnya.
Beberapa nama makanan khas Semarang tempo doeloe antara lain: rondo royal, loro
gudik, ganjelrel, mento, bolang-baling, kue mangkok, cemplung, bir semarang,
wedang tahu, lunpia, dawet, tahu pong, dan lain sebagainya.
Setelahnya,
belum ada catatan berkait kelanjutan festival makanan khas Semarang seperti
yang telah dipelopori oleh Amen Budiman. Namun, meminjam sebutan dari Djawahir
Muhammad, “pemburu masa lalu” itu keburu
wafat tahun 1996 akibat sakit yang dideritanya.
Selain
Semarang Riwayatmu Dulu yang berisi sejarah dan perkembangan kota
Semarang, buku karya Amen lainnya yang monumental adalah berjudul Semarang
Juwita (1979) yang berisi kumpulan foto tentang kota Semarang sekaligus
merupakan buku foto pertama yang diterbitkan. (BMA - Jatengnyamleng ID)